وَلَلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ لَّكَ مِنَ ٱلۡأُولَىٰ [الضحى: 4]
“Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).”[Q.S. Adh-Dhuha: 4]
Kemudian pada ayat keempat, ia dapat dimaknai sebagai motivasi bagi kita untuk menjadi hamba yang optimis, meyakini bahwa yang akan datang (masa depan) pasti lebih baik dari yang sedang kita lalui. Meski saat ini sulit,kita yakin kesulitannya akan lewat, dan yang tersisa adalah kesuksesan.
Coba diingat, bukankah kondisi kita hari ini adalah lebih baik daripada kondisi kita di masa lalu? Sama halnya dengan kondisi Madinah bagi Rasulullah ﷺ dan para sahabat beliau, adalah lebih baik dari kondisi mereka ketika di Makkah di awal-awal masa kenabian. Permusuhan, penyiksaan, dan kesulitan tergantikan oleh persaudaraan, pertumbuhan pesat, dan kemuliaan.
وَلَسَوۡفَ يُعۡطِيكَ رَبُّكَ فَتَرۡضَىٰٓ [الضحى: 5]
“Dan kelak Rabb-mu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” [Q.S. Adh-Dhuha: 5]
Manusia itu tak lebih hanya dicipta sebagai budak bagi Tuan Yang Satu. Kita dicipta tidak lain hanya untuk mengibadahi Allah semata. Dan penghambaan ini adalah justru merupakan kemerdekaan yang hakiki. Bagaimana tidak? Ketika menghulukan taat hanya kepada Dzat Yang Maha Besar, maka kita terbebas dari perbudakan oleh perkara yang receh. Kita merdeka dari diperbudak harta, kita merdeka dari diperbudak manusia (yang hakikatnya sama-sama budak)!
Maka karena kita ini hamba, tugas kita adalah taat kepada apa yang kita diperintahkan atasnya, tugas kita menjauh dari apa-apa yang dilarang. Dan ketika kita diperintahkan ikhtiar, berusaha, bekerja, belajar; ya tugas kita adalah memaksimalkan potensi yang dititipkan kepada kita. Totalitas pada apa yang bisa kita kerjakan! Ketika kita dilarang putus asa, mengeluh, mengumpat; ya tugas kita menghindar dari sifat dan sikap semacam itu.
Ayat ini mengandung janji Allah, Rabb Yang Maha Benar (الحق).Jika Allah telah mengabarkan di dalam Al Qur’an, bahwa kelak Dia pasti memberikan kita karunia sehingga kita menjadi puas, maka setelahnya tugas kita tinggal mengimani. Lelah yang terasa sangat berat, kelak akan terbayar oleh karunia Allah yang memuaskan hati. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?
وَمَنۡ أَوۡفَىٰ بِعَهۡدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ[التوبة: 111]
Allah juga Rabb Yang Maha Pembalas Kebaikan (الشكور), Dia menerima amalan kita yang sedikit serta tidak menyia-nyiakannya walau sekecil apapun. Maka, mari bertahan dan percaya!
وَأَمَّا بِنِعۡمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثۡ[الضحى: 11]
“Dan terhadap nikmat Rabb-mu, maka hendaklah kamu siarkan.” [Q.S. Adh-Dhuha: 11]
Akhirnya, sebagai penutup surat sekaligus tulisan ini, kita diperintahkan untuk menyebut-nyebut nikmat Allah sebagai bentuk syukur kepada Rabb Yang Maha Pemberi Kebaikan (البر). Setelah semua penjagaan-Nya, karunia-Nya, terutama taufik berupa iman dan Islam, ungkapkanlah sebagai syiar kesyukuran kita!
Tidaklah menyebut-nyebut nikmat di sini bermakna menyombong atau berbangga di hadapan manusia, namun sebagaimana kita dicipta sepaket dengan fitrah; hati juga memiliki tabiat, ia akan mencintai siapa yang berbuat baik padanya. Maka, sebutlah nikmat Allah, dalam rangka kecintaan kita kepada-Nya.
Siarkanlah, “Bahwa Dia mendapatiku sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungiku.”
Siarkanlah, “Bahwa Dia mendapatiku sebagai seorang yang kebingungan, lalu Dia memberiku petunjuk.”
Siarkanlah, “Bahwa Dia mendapatiku sebagai seorang yang faqir dan serba berkekurangan, lalu Dia mencukupiku dan menjadikanku seorang yang kaya.”
Siarkanlah, “Bahwa Dia mendapatiku terpuruk, dan Dia senantiasa membersamaiku.”
Allah, Rabb kita, tidak pernah meninggalkan kita, barang sekejap mata.
”يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث، أصلح لي شأني كله، ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين.”
“Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Maha Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), yang dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan,perbaikilah segala urusanku dan janganlah Engkau serahkan kepadaku walau hanya sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).” (HR. Al-Hakim).
Maka, pada perjalanan menempuh kerahasiaan takdir, menyimpuhlah, mintalah selalu pertolongan Allah! Semoga Allah mudahkan, Allah tunjukki.
Sharjah, 2 April 2025 / 4 Syawwal 1446

